Rabu, 22 April 2015

Konsolidasi Tanah di Jepang: success story


Konsolidasi Tanah di Jepang: success story

Berikut adalah tulisan yang besumber dari buku Sorensen A. 2002. The Making of Urban Japan. London: Rouledge. Buku ini secara umum berisi tentang sejarah dan perkembangan kota-kota di Jepang. Konsolidasi Tanah (KT) atau disana disebut Land Readjustment merupakan kunci utama pengelolaan dan pengembangan kota-kota di Jepang. Konsolidasi tanah merupakan program menyeluruh yang berawal di wilayah pertanian yang kemudian bergeser ke perkotaan. Konsolidasi Tanah sangat terkait dengan tanah pertanian sebagai impelementasi nilai-nilai Reforma Agraria. Indonesia yang lekat dengan permasalahan ego-sektoral, politik praktis, instan, parsial, serta semakin kapitalis, terasa sulit melaksanakan Konsolidasi Tanah. Jangan sampai menunggu rusaknya alam, tingginya kesenjangan dan musnahnya nilai-nilai luhur gotong-royong, musyawarah mufakat dan persatuan Indonesia. Mari kita kelola sumberdaya tanah kita secara arif dan bijaksana salah satunya melalui Konsolidasi Tanah.
Konsep konsolidasi tanah
 Konsolidasi Tanah di Jepang, diselenggarakan oleh pemerintah atau swadaya masyarakat, banyak dilaksanakan di pinggiran kota. Pooling land, membangun fasilitas (jalan dan taman) dan membagi tanah untuk kepentingan pengembangunan kota. Dua aspek yg diperhatikan: pemilik tanah harus berkontribusi dalam menyumbang tanahnya, biasanya 30%, sebagian untuk jalan dan taman dan sisanya dijual untuk pembiayaan untuk perencanaan, desain, pelaksanaan, konstruksi. Yang kedua terkait dengan projek pemerintah, ini yang umum, dilaksanakan bila minimal 2/3 pemilik tanah dengan kepemilikan tanah minimal 2/3 dari luasan proyek, semua pemilik dapat dipaksa untuk ikut dan berkontribusi. Hal ini mencegah calo tanah dan hambatan proyek.
Konsolidasi Tanah banyak dilaksanakan untuk tanah pertanian semenjak periode Tokugawa dan berkembang di tahun 1860. Di tahun 1899, UU Konsolidasi Tanah Pertanian (Agricultural Land Consolidation Law) disahkan untuk memfasilitasi perbaikan lahan-lahan pertanian melalui penggabungan persil-persil tanah yang tersebar dan membangun sistem irigasi. Peraturan ini mengikuti model jerman. Mulai 1909, fokus bergeser dari penataan lahan pertanian menjadi proyek irigasi dan drainase. Konsolidasi tanah juga mulai bergeser ke pinggiran kota untuk pembangunan infrastruktur. 
Sawah-sawah hasil konsolidasi tanah (http://globalriskinsights.com)
 Sebelum ada Undang-Undang Perencanaan Kota (City Planning Law) tahun 1919 sudah terdapat proyek konsolidasi tanah di Nagoya mencapai 1480 ha. Meski dilaksanakan di pinggiran kota, KT dilaksanakan berdasar UU Konsolidasi Tanah Pertanian.  Perubahan yang dilaksanakan melalui UU Perencanaan Kota adalah keikutsertaan institusi publik yang sebelumnya hanya individual dan organisasi masyarakat. Hal ini berbeda sekali dg Jeman dimana pemerintah daerah sangat berperan penting. KT sangat berperan di Jepang baik untuk pengembangan kota maupun peremajaan kota, KT mencapai 30% dari luas wilayah urban di Jepang. KT yang besar dilaksanakan di antaranya pasca gempa bumi Kanto 1923, setelah Perang Dunia 2, dan terbaru setelah gempa bumi Great Hanshin 1995. KT juga berperan dalam pengembangan perumahan publik skala besar dan pengembangan kota baru setelah 1969. KT disebut sebagai induk dari perencanaan kota “KT is the mother of town planning”. Selanjutnya KT didasarkan pada Undang-Undang Konsolidasi Tanah tahun 1954.

Salah satu proyek konsolidasi tanah di Kariya-shi, 1968-1975 (http://www.city.kariya.lg.jp.e.ag.hp.transer.com)
                                    

Selasa, 14 April 2015

STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT KONSOLIDASI TANAH (update April 2015)

Pembahasan mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional masih dalam proses finalisasi. Demikian juga halnya dengan SOTK Direktorat Konsolidasi Tanah. Pembahasan sudah dilaksanakan sampai pada tingkat Kementerian PAN dan RB. Berikut ini SOTK Direktorat Konsolidasi Tanah terakhir (April 2015).

Direktur Konsolidasi Tanah membawahi 3 (tiga) Subdirektorat, yakni:

  1. Subdit Potensi dan Perencanaan, terdiri atas: Seksi Potensi Obyek Konsolidasi Tanah, Seksi Perencanaan.
  2. Subdit Penataan dan Kerjasama, terdiri atas: Seksi Penataan, Seksi Kejasama
  3. Subdit Pemantauan dan Evaluasi, terdiri atas: Seksi Pemantauan, Seksi Evaluasi
  4. Subbagian Tata Usaha.
Semoga, Direktorat Konsolidasi Tanah kedepan lebih baik dan maksimal menghantarkan kemajuan program Konsolidasi Tanah nasional di seluruh penjuru nusantara. Merdeka..!! Semnagaattt..!!